Cerpen - Aku Bukan Manusia Biasa

Cerpen - Aku Bukan Manusia Biasa


Oleh : Lucia

This is me, manusia biasa yang ngomong seperlunya, tertawa kalau ada yang lucu, atau yang serius bila menghadapi sesuatu yang penting. Aku akan baik sama semua orang yang juga baik sama aku. Ya... aku nggak suka cari musuh.

Perkenalkan namaku Ochi Dwinindyani. Aku hanya manusia biasa. Makhluk yang paling sempurna tapi masih banyak kekurangan. Namun aku nggak seperti manusiamanusia lain, yang sibuk bergaul ke sana-ke mari atau yang suka ngebesar-besarin masalah, atau yang berusaha sekuat mungkin mencari teman, biar bisa dianggap di sekolah. This is me, manusia biasa yang ngomong seperlunya, tertawa kalau ada yang lucu, atau yang serius bila menghadapi sesuatu yang penting. Aku akan baik sama semua orang yang juga baik sama aku. Ya... aku nggak suka cari musuh.

Jam kosong di sekolah ? Mungkin kalian langsung bersorak, ketawa-ketiwi, jalan ke sana-ke mari, ngobrol ini-itu atau hal-hal yang nggak penting lainnya. Tapi aku paling nggak suka dan bete sama jam kosong. Ngobrol ? Malas. Lebih baik baca novel-novel kesayanganku. Ya, di SMA 17 ini, aku memang manusia biasa tapi nggak kuper-kuper amat, standar-lah.


***

PENGUMUMAN

Dibuka pendaftaran anggota OSIS yang baru. Buat kamu, anak kelas X dan XI, yang pingin berorganisasi, segera daftar !

Syarat-syarat:

1. Siap mental dan fisik
2. Nilai raport semester 1 minimal 7
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Bertanggung jawab

Bagi kamu yang berminat, langsung isi formulir dan serahkan ke sekretariat OSIS. Hari kamis diumumkan siapa saja yang diterima Ketua OSIS.

Pengumuman yang baru dipasang di mading sekolah ini langsung jadi pembicaraan seru di antara siswa. Ada yang ngebet banget pengin ikut, ada yang cuek dan nggak peduli, ada yang masih bingung. Pokoknya macem-macemlah, ekspresi anak-anak kelas X dan kelas XI. Jadi OSIS? Semua sudah pada tahu untung-ruginya. Untungnya bisa nambah pengalaman, nambah teman, belajar berorganisasi, dan satu lagi “biar terkenal”. Ruginya, paling pas latihan kepemimpinan dan seabreknya tugas yang harus dikerjakan, rapat de el el.

Iseng-iseng aku ambil formulir pendaftaran itu. Nggak tahu apa yang membuat aku mengambilnya. Yah, coba-coba ikut seleksilah... tapi aku nggak terlalu ngoyo. Diterima syukur, nggak diterima... ya nggak apa-apa juga. Formulirnyapun aku isi asal-asalan.

Jabatan yang diinginkan: 

1. ketua OSIS
2. –

Bukannya kepedean sih... tapi aku tahu kemungkinannya cuma 1 % makanya aku isi ngelantur sekalian. Wawancara yang dilakukan oleh OSIS kelas XII pun aku jawab sekenanya. Tapi jangan salah, meskipun aku manusia biasa otakku lumayan encer. Masalah debat, aku ahlinya.

Hari ini anak-anak rame banget di depan mading. Ada apa sih ? Oh... hampir saja aku lupa ternyata hari ini adalah hari Kamis, hari diumumkannya siapa saja yang terpilih menjadi kandidat atau calon anggota OSIS.

Uh, nggak usah ngelihat-lah. Ngapain ngebela-belain serudukan di situ kalau cuma buat ngelihat hasil seleksi OSIS, paling-paling nggak diterima. Aku langsung masuk ke kelas dan kembali tenggelam dengan novel-novelku.

“Chi... Ochi! Lo ini gimana sih... dari tadi dicariin malah sembunyi di kelas. Tahu nggak, di luar sana nih, semua anak lagi ngomongin elo,” Vindy, teman sebangkuku kelihatan terengah-engah seperti habis diuber-uber.

“Sembunyi ? Siapa yang sembunyi ? Lagian kenapa semua anak ngomongin gue.”

“Aduh.. aduh!! Mbak Ochi! Lo tuh kepilih jadi kandidat ketua OSIS. Hellooow ?? Tapi saingan loe lumayan berat lho !! Itu si Yogi mantan ketua OSIS kelas XI,” Vindi terus nyerocos.

Tapi apa bener yang dia katakan ?

“Lo bercanda ya ? Lucu banget, bikin gue kaget aja. Kalau bercanda jangan kelewatan dong!,” aku masih sangsi dengan apa yang di ucapkan Vindi, soalnya dia suka sekali bercanda.

“Eh... ni anak ! Kali ini gue serius. Ya udah kalau gak percaya,” ujar Vindi, bete.

Tiba-tiba saja aku ngelihat sekelompok anak kelas X langsung menyerbu ke arah kami dan menyalamiku. Apa-apaan ini ? Aku melirik ke arah Vindi yang sekarang ketawa-ketiwi sok tau. Ternyata benar, aku terpilih menjadi kandidat ketua OSIS, berita ini membuat seantero sekolah heboh dan mungkin juga bingung. Pasti salah...ya, pasti salah... salah cetak... salah nama... salah ketik.... Pokoknya pasti ini suatu kesalahan. Aku segera beranjak ke ruang OSIS untuk mengecek kebenaran berita ini.

“Nggak. Kami nggak salah tulis. Kami memang milih kamu, soalnya saat wawancara, kamu ngejawab pertanyaan yang kami ajuin dengan argumen yang tegas, masuk akal, dan meyakinkan banget deh, pokoknya. Lagipula kamu punya prestasi yang bagus.”

“Oh ya, Chi, kamu hanya punya waktu kampanye selama 1 minggu, lho!”

Kampanye ? Kayak pemilu presiden aja sih. Nggak-nggak... aku nggak pengen jadi Ketua OSIS ! Aku kan cuma iseng. Nggak usah repot-repot deh bikin spanduk, selebaran atau acara pidato yang njelimet. Bikin pusing.

Kampanye Hari Pertama. Nggak ada yang beda sama aku di hari ini. Tetep tenggelam dalam novel-novelku di kelas. Paling-paling simpatisan atu pendukung Yogi aja yang pada sibuk menghias sekolah dengan foto-foto Yogi. Di mading, di dinding-dinding kelas, sampai di kamar mandi sekalipun kamu bakal bisa melihat foto si Yogi.

Hari Kedua. Seperti biasa pagi-pagi sekali aku sudah sampai di sekolah, maklum anak rajin. Tapi... hey! Foto siapa itu yang sedang ngedampingin foto Yogi di mading. Hah !! Aduh, siapa sih yang masang foto aku ? Mana culun banget lagi.

“Anak-anak yang masang,” kata Vindy memberitahu.

“Dasar kelasisme!”

“Eh, apa an tuh artinya ?”

“Yaa, mirip-mirip narsis gitu deh, cuma bedanya... ini narsis sekelas !”

Hari Ketiga. Aku kaget banget pas Yogi negur aku sepulang sekolah tadi. Aduh... dia itu kan cowok idaman satu sekolah. Keren, cakep, jago olahraga, dan lain-lain.

“Kamu dipanggil Kak Fery, ketua OSIS, di ruang guru,” kata Yogi.

“Sekarang ?”

“Kelihatannya sih begitu. Mau aku anter ?” Aku baru tahu, Yogi itu ternyata ramah dan nyenengin. Pantas banyak cewek yang naksir.

“Gak usah deh, aku ke sana sendiri aja. Nanti ngerepotin lagi.”

Hari Keempat. Ini hari senin. Seperti biasa, upacara di bawah terik matahari bikin keringat mengucur dan kulit gosong. Apalagi kaki yang jadi kaku karena harus berdiri terus. Tapi itu nggak ada apa-apanya dibandingkan berita yang baru saja disampaikan oleh Fery ketua OSIS, melalui pengeras suara.

“Nah, teman-teman, hari ini akan ada kampanye dari dua kandidat Ketua OSIS yang terpilih. Yogi dan Ochi. Para calon ketua OSIS ini akan diberi waktu maksimal lima menit untuk berkampanye. Terserah mau ngapain aja, pokoknya nggak lebih dari lima menit. Okay !”

Apa ? Kampanye ? Tapi kok nggak diberitahu sebelumnya, gimana nih ? Aku super duper terkejut mendengar berita ini. Rasa-rasanya pengen pingsan aja. Kulirik kerumunan anak-anak kelas XI. Yogi terlihat biasa, tenang. Maklum dia sudah pengalaman. Tapi gimana denganku ? Aku hanya manusia biasa yang nggak ngerti apa itu kampanye atau pidato yang njelimet.

“ Kepada Yogi Indra Kusuma segera ke depan untuk menyampaikan kampanyenya.”

Yogi segera maju dengan pasti dan berwibawa, semua siswa diam mendengarkan apa yang dikatakannya selama kurang lebih lima menit. Begitu dia selesai, segera disambut dengan tepuk tangan yang meriah. Huh!! sekarang giliranku, aku belum tahu apa yang akan kukatakan, tapi yang jelas aku nggak suka basa-basi kayak Yogi.

“Ochi Dwinindyani silakan maju ke depan.” Akhirnya sekarang aku harus maju ke depan, jadi perhatian semua siswa dan harus berkampanye tentunya. Aku bingung banget. Alhasil saat di depan, aku hanya berkata...

“Pilihlah saya sebagai ketua OSIS 2006!!” ...dengan tegas, hanya itu yang kuucapkan lalu aku kembali ke barisan. Aneh bin ajaib, tiba-tiba tepuk tangan bergema di lapangan, bahkan lebih keras daripada yang diberikan untuk Yogi.

Hari Kelima-Ketujuh. Poster-posterku mulai banyak, bukan hanya dari teman sekelas tapi juga simpatisanku (kaya partai aja). Mungkin ini adalah dampak dari kampanye kemarin. Foto-foto Yogi yang terlihat sedang tersenyum terhimpit oleh foto-fotoku atau nama Ochi... Ochi... dan Ochi.

Hari Pemilihan. Tidaaak...! Hasil voting dari kelas X sampai kelas XII, selisih tipis mendukung aku. Aku ketua OSIS sekarang. Jabatan yang diidam-idamkan banyak orang. Tapi itu bukan untukku. Aduh, gimana nih... gawat, gawaaat...! Di otakku hanya ada tugas, tugas, dan tugas. Mimpin rapat, menghadap kepala sekolah, bikin rencana pensi, bazar, bakti sosial, ekstra de el el. Huuu... huu... artinya aku bukan sekadar manusia biasa lagi dooong ?

Komentar